Undang-undang Keselamatan Kerja
UU Keselamatan
Kerja yang digunakan untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja, menjamin suatu
proses produksi berjalan teratur dan sesuai rencana, dan mengatur agar proses
produksi berjalan teratur dan sesuai rencana, dan mengatur agar proses produksi
tidak merugikan semua pihak. Setiap tenaga kerja berhak mendapatkan
perlindungan keselamatan dalam melakukan pekerjaannya untuk kesejahteraan dan
meningkatkan produksi serta produktivitas nasional.
UU Keselamatan
Kerja yang berlaku di Indonesia sekarang adalah UU Keselamatan Kerja (UUKK) No.
1 tahun 1970. Undang-undang ini merupakan undang-undang pokok yang memuat
aturan-aturan dasar atau ketentuan-ketentuan umum tentang keselamatan kerja di
segala macam tempat kerja yang berada di wilayah kekuasaan hukum NKRI.
Dasar hukum UU No. 1 tahun 1970 adalah UUD 1945 pasal 27 (2) dan UU
No. 14 tahun 1969. Pasal 27 (2) menyatakan bahwa: “Tiap-tiap warganegara berhak
atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. Ini berarti setiap
warga negara berhak hidup layak dengan pekerjaan yang upahnya cukup dan tidak
menimbulkan kecelakaan/ penyakit. UU No. 14 tahun 1969 menyebutkan bahwa tenaga
kerja merupakan modal utama serta pelaksana dari pembangunan.
Ruang lingkup
pemberlakuan UUKK dibatasi oleh adanya 3 unsur yang harus dipenuhi secara
kumulatif terhadap tempat kerja. Tiga unsur yang harus dipenuhi adalah:
a. Tempat kerja di mana dilakukan pekerjaan bagi suatu usaha.
b. Adanya tenaga kerja, dan
c. Ada bahaya di tempat kerja.
UUKK bersifat
preventif, artinya dengan berlakunya undang-undang ini, diharapkan kecelakaan
kerja dapat dicegah. Inilah perbedaan prinsipil yang membedakan dengan
undang-undang yang berlaku sebelumnya. UUKK bertujuan untuk mencegah,
mengurangi dan menjamin tenaga kerja dan orang lain ditempat kerja untuk
mendapatkan perlindungan, sumber produksi dapat dipakai dan digunakan secara
aefisien, dan proses produksi berjalan lancar.
Memahami Prosedur yang Berkaitan dengan Keamanan
Prosedur yang
berkaitan dengan keamanan (SOP, Standards Operation Procedure) wajib dilakukan.
Prosedur itu antara lain adalah penggunaan peralatan kesalamatan kerja. Fungsi
utama dari peralatan keselamatan kerja adalah melindungi dari bahaya kecelakaan
kerja dan mencegah akibat lebih lanjut dari kecelakaan kerja. Pedoman dari ILO
(International Labour Organization) menerangkan bahawa kesehatan kerja sangat
penting untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja. Pedoman itu antara lain:
a. Melindungi pekerja dari setiap kecelakaan kerja yang mungkin
timbul dari pekerjaan dan lingkungan kerja.
b. Membantu pekerja menyesuaikan diri dengan pekerjaannya
c. Memelihara atau memperbaiki keadaan fisik, mental, maupun sosial
para pekerja.
Alat keselamatan kerja yang biasanya dipakai oleh tenaga kerja adalah
helm, masker, kacamata, atau alat perlindungan telinga tergantung pada
profesinya.
Alat-alat pelindung badan
Pada waktu
melaksanakan pekerjaan, badan kita harus benar-benar terlindung dari
kemungkinan terjadinya kecelakaan. Untuk melindungi diri dari resiko yang
ditimbulkan akibat kecelakaan, maka badan kita perlu menggunakan ala-alat
pelindung ketika melaksanakan suatu pekerjaan.
Berikut ini akan diuraikan beberapa alat pelindung yang biasa
dipakai dalam melakukan pekerjaan listrik dan elektronika.
a. Pakaian kerja
Pemilihan dan pemakaian pakaian kerja dilakukan berdasarkan
ketentuan berikut.
• Pemakaian pakaian mempertimbangkan bahaya yang mungkin dialami
• Pakaian longgar, sobek, dasi, dan arloji tidak boleh dipakai di
dekat bagian mesin
• Jika kegiatan produksi berhubungan dengn bahaya peledakan/
kebakaran maka harus memakai pakaian yang terbuat dari seluloid.
• Baju lengan pendek lebih baik daripada baju lengan panjang.
• Benda tajam atau runcing tidak boleh dibawa dalam kantong.
• Tenaga kerja yang berhubungan langsung dengan debu, tidak boleh
memakai pakaian berkantong atau mempunyai lipatan.
MENGENAL DASAR HUKUM K3 INDONESIA
Undang-undang No. 1 Tahun 1951 tentang Kerja
Di dalam UU No.1
tahun 1951 tentang Kerja, mengatur tentang jam kerja, cuti tahunan, cuti hamil,
cuti haid bagi pekerja wanita, peraturan tentang kerja anak-anak, orang muda,
dan wanita, persyaratan tempat kerja, dan lain-lain. Dalam Pasal 16 ayat 1 UU
No. 1 Tahun 1951 yang menetapkan, bahwa “Majikan harus mengadakan tempat kerja
dan perumahan yang memenuhi syarat-syarat kebersihan dan Kesehatan”.
Undang-undang No. 2 Tahun 1952 tentang Kecelakaan Kerja
Undang-undang No.
2 tahun 1952 tentang Kecelakaan Kerja, Undang-Undang Konpensasi Pekerja
(Workmen Compensation Law) Undang-undang ini menentukan penggantian kerugian
kepada buruh yang mendapat kecelakaan atau penyakit akibat kerja.
Undang-undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
Undang-undang
Keselamatan Kerja diundangkan pada tahun 1970 dan menggantikan Veilligheids
Reglement pada Tahun 1910 (Stb. No. 406).
Mengatur tentang
syarat-syarat keselamatan kerja, kewajiban dari pengurus, sanksi terhadap
pelanggaran terhadap undang-undang ini dan juga mengatur tentang Panitia
Pembina Kesehatan dan Keselamatan Kerja.
Perlindungan
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) yang merupakan jenis perlindungan
prevensif yang diterapkan untuk mencegah timbulnya Kecelakaan Kerja (K2) dan
Penyakit Akibat Kerja (PAK). Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan
Kerja menegaskan bahwa perlindungan terhadap Pekerja/buruh di tempat kerja
merupakan hak yang harus dipenuhi oleh setiap perusahaan yang mempekerjakan
pekerja/buruh.
Secara umum perlindungan di tempat kerja (work place) mencakup :
a. Keselamatan dan
Kesehatan Kerja;
b. Moral dan Kesusilaan;
c. Perlakuan yang sesuai
dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama.
Selain
Undang-undang tentang Keselamatan Kerja, Pemerintah telah mengeluarkan regulasi
guna mendukung Pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja, berbagai peraturan
yang berhubungan dengan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) antara lain :
1.
UU
No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja;
2.
Permenaker
No. 4 Tahun 1995 Tentang Perusahaan Jasa Keselamatan dan Kesehatan Kerja;
3. Instruksi Menaker RI No. 5 Tahun 1996 Tentang Pengawasan dan
Pembinaan K3 pada Kegiatan Konstruksi
Bangunan; dan
4.
Permenaker
No. 5 Tahun 1996 tentang SMK3